Saturday 14 May 2016

PEMERKOSAAN ANAK DAN PENGAWASAN ORANG TUA

Di Indonesia, saat ini sedang heboh berita mengenai penculikan, pemerkosaan, pembunuhan anak. Hal ini menggelitik nurani saya untuk mengungkapkan fakta yang terjadi di lingkungan saya, mungkin menjadi dasar terjadinya hal menakutkan seperti itu.

Pemerkosaan, seorang pelaku patut mendapat hukuman setimpal atas perbuatannya pada anak-anak di bawah umur. Tapi yang tidak boleh kita lupa bahwa selalu ada sebab dan akibat terjadinya pemerkosaan tersebut. Dari sudut pandang pelaku, disadari atau tidak oleh yang bersangkutan bahwa pendidikan dari tingkat dasar hingga dewasa mempengaruhi psikologi, tingkah laku dan orientasi seksual pelaku tersebut. 

Sebagai ilustrasi, si A semenjak ia mengeyam pendidikan di bangku Sekolah Dasar telah diizinkan untuk berpacaran dengan lawan jenisnya, kita anggap saya dari kelas 3. Namanya cinta monyet, hingga ia kelas 6 mungkin ia telah berpacaran dengan 3 orang perempuan. Di sekolah, ia berpacaran dan di rumah orang tua mengizinkan si anak untuk menonton sinetron-sinetron yang tidak mendidik dan tidak sesuai dengan usianya. Alasannya, karena orang tua atau lebih tepatnya sang Ibu ingin menonton sinetron itu juga dan tidak ingin acaranya diganggu oleh si anak. Hal itu terjadi juga di lingkungan saya, ketika sinetron favorit ditayangkan di televisi, seluruh keluarga dari ayah, ibu, kakek, nenek hingga anak-anak usia dini ikut menonton acara tersebut. Sedangkan kita sama-sama tahu bahwa sinetron yang ditayangkan di TV Nasional kebanyakan memuat materi-materi yang tidak sesuai dengan  perkembangan psikologi anak usia dini. Pelukan, ciuman, mesra-mesraan terekam dengan jelas pada otak si anak sehingga ketika sampai ke sekolah dan berpacaran minimal mereka melakukan ciuman atau pelukan itu ke pasangan kecil mereka.

Pengawasan guru, di kampung saya untuk tingkat pendidikan SD pengawasan guru terhadap anak didiknya sangat baik, tentunya aktivitas berpacaran sulit dilakukan ketika anak berada di sekolah. Tanggung jawab guru hanya sebatas berada di lingkungan sekolah saja, di luar lingkungan sekolah tentunya sudah menjadi tanggung jawab orang tua.

Pengawasan orang tua, setiap orang tua selalu menganggap anak-anaknya baik dan percaya bahwa anaknya tidak akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan orang tua tapi mungkin diinginkan oleh anak. Disini, anak akan membuat alasan belajar bersama, papasakan (papasakan=barbeque) di rumah temannya, yang tidak diketahui oleh orang tua adalah apakah mereka bersama dengan teman wanitanya atau di antaranya juga ada pria. Akhirnya, si anak dapat leluasa berpacaran dengan mengungkapkan alasan tersebut kepada orang tuanya. Dari segi pakaian, di lingkungan saya anak-anak perempuan keluar dengan menggunakan kerudung (jilbab/hijab) dan orang tua biasanya memberi pakaian anak-anak mereka yang ketat sesuai mode katanya. Yang tidak memakai kerudung, lebih parah lagi karena mereka memakai hotpant untuk berkeliaran di luar rumahnya dan itu diizinkan oleh orang tuanya. 

Kendaraan, di kampung saya orang tua yang mampu membelikan anaknya sepeda motor mengizinkan anak perempuannya untuk memakainya sendiri, dan biasanya mereka akan menjemput temannya dan siap-siap hang-out dengan pacarnya di suatu tempat. Hal itu terjadi pada anak usia sekolah SMP dan SMA, dan pakaiannya pun sesuai mode cabe-cabean yang sedang trend saat ini. Orang tua tidak merasa risih orang akan melihat lekuk tubuh anak perempuannya dan terkadang mereka senang jika anaknya menjadi pusat perhatian orang dan berkata "tah anak abdi pan geulis, seeur nu bogoheun ka anak abdi mah" (tuh, anak saya kan cantik, banyak yang suka sama anak saya). Dan ketika anaknya dibonceng oleh laki-laki apalagi dengan wajah ganteng, mereka akan tertawa gembira karena merasa anaknya laku diminati oleh laki-laki, mereka tidak lagi berpikir tentang masa depan anaknya kelak.

Narasumber saya anak berusia 15 tahun dan perokok, mengaku bahwa ia telah mulai berpacaran dari kelas 4 SD dan saat ini ia berpacaran dengan adik kelasnya. Saya menanyakan apa yang telah dilakukan dengan pacarnya, dengan malu-malu ia mengatakan telah berpegangan tangan, memeluk dan hanya sebatas itu. Bagaimana dengan yang lain? Berdasarkan pengakuannya bahwa teman sekolah SMPnya telah hamil sebanyak dua orang.

Ternyata, di kampung tetangga saya telah terjadi kasus sodomi dan menurut informasi kenapa hal itu terjadi karena ada kata-kata dari orang lain bahwa "Didinya mah can kawin, teu meunang ka awewe ayeuna mah ka lalaki we" (kamu kan belum nikah, tidak boleh ke perempuan sekarang ke laki-laki saja). Tragis kan? Saat ini, pelaku dan yang memberi nasehat jelek itu mendekam di penjara.

Saya mempunyai anak laki-laki yang juga berusia 15 tahun, anak perempuan tetangga yang jelas-jelas masih kecil usia kelas 5 SD sekitar 12 tahunan suka sama anak saya. Yang terjadi adalah, si anak perempuan tersebut betul-betul mengadakan pendekatan kepada anak saya dari mengirim surat, hingga datang langsung ke warung istri saya. Bayangkan, anak sekecil itu sudah tahu yang namanya pendekatan dan berani menghadapi laki-laki, cari perhatian dengan pakaiannya dan bahasa tubuhnya. Bagaimana kalau ia sudah menginjak bangku SMP atau usia dewasa nantinya? Karena anak saya tidak boleh berpacaran hingga ia nanti kuliah dan terus menerus saya awasi, maka pendekatan anak tetangga tersebut perlahan namun pasti mulai berkurang. Saya tidak tahu, apa jadinya kalau saya mengizinkan anak saya berpacaran?

Kejadian lainnya terjadi baru-baru ini, di kampung saya banyak berdiri pesantren salah seorang pemiliknya adalah teman saya. Teman saya ini memiliki anak perempuan berusia sekitar 3-4 tahun. Sebagaimana layaknya sebuah pesantren memiliki kobong atau asrama tempat tinggal para santri. Anak perempuannya tersebut dibebaskan bermain ke mana saja, termasuk ke kobong laki-laki. Pada suatu hari, terjadilah peristiwa dimana anaknya diketemukan dalam kondisi telanjang bulat bersama dengan seorang santri laki-laki yang sudah melepas sarungnya hingga telanjang bagian bawahnya. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Pesantren dengan pendidikan agamanya yang kuat dapat terjadi kejadian memalukan tersebut? Kejadian ini hanya satu dari sekian kasus yang terjadi di pusat-pusat pendidikan keagamaan di kampung saya. 

Dari fakta-fakta yang telah saya jabarkan diatas, saya bisa menarik kesimpulan bahwa minimnya perhatian dan pengawasan orang tua terhadap anaknya menjadi penyebab terjadinya kasus pemerkosaan, pencabulan, penculikan dan pembunuhan terhadap anak di bawah umur.

Begitulah yang terjadi di kampung saya mungkin menjadi dasar terjadinya kasus-kasus pemerkosaan, bagaimana dengan kampung anda ?
Diposkan oleh Unknown

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan komentar untuk mendapatkan berkah, hehehehe